Dialog Pembahasan Bangunan Padepokan Seloliman
humas news, 24/02/2013
Pada hari Rabu tanggal 20 Pebruari 2013 bertempat di gedung PKK Kec. Trawas telah berlangsung pertemuan FKUB yang dihadiri oleh perwakilan warga, pemilik bangunan dan Muspika Kec. Trawas yang membahasa masalah polemik banngunan padepokan yang menyerupai tempat ibadah Vihara di Dsn. Biting Ds. Seloliman Kec. Trawas Kab. Mojokerto .
FKUB Kab. Mojokerto bersama Polres Mojokerto dan Muspika Kec. Trawas mengadakan pertemuan di gedung PKK Kec. Trawas, dalam pertemuan itu FKUB mendesak pengelola atau pemilik bangunan agar mengikuti aturan pendirian tempat peribadatan jika memang bangunan tersebut akan digunakan sebagai tempat ibadah dan pemilik lahan harus berkoordinasi dulu dengan FKUB (menurut pengurus FKUB Solihuddin) .
Mewakili FKUB dan Nahdlatul Ulama (NU), hadir pula KH Syihabul Irfan Arief sementara warga diwakili oleh beberapa tokoh dan tomas termasuk mantan Kades Seloliman H. Mashudi, adapun dari pihak pengelola bangunan hadir Mbah Eko dan Sueb yang selama ini menempati dan mengerjakan bangunan .
FKUB mengakui bahwa telah menerima laporan akan berdirinya bangunan seluas 5x5 meter salah satu diantaranya menyebutkan bangunan tersebut belum mengantongi IMB, menurut FKUB memang untuk mendirikan tempat ibadah sejumlah persyaratan harus dipenuhi, meliputi sebelum pendirian lebih dulu mendapat persetujuan warga minimal 60 orang serta mengantongi IMB .
Jika aturan tersebut diabaikan, FKUB akan merekomendasikan kepada Bupati supaya menertibkan bangunan yang tidak mengantongi IMB,
Mashudi, mantan Kades Seloliman menyatakan bahwa bangunan padepokan yang berdiri diatas lahan 3.000 meter persegi tersebut belum jelas akan syarat2 administrasinya sehingga warga desa Seloliman tidak mengetahui apakah akan ditempati untuk tempat tinggal pribadi atau tempat ibadah, dan mayoritas warga desa Seloliman keberatan jika banngunan tersebut benar2 dijadikan tempat ibadah .
Sementara itu Kasat Binmas Polres Mojokerto AKP H. Sugiyanto menegaskan, bahwa polemik banngunan yang dipermasalahkan sudah dibahas di tingkat internal Polres, isinya Polres menyarankan supaya pihak penerima kuasa bangunan segera mengurus Ijin sesuai aturan dan yang terpenting warga jangan bertindak anarkis atau main hakim sendiri .
Memang pada tahun 2007 yang lalu, padepokan yang di pimpin mbah Eko pernah diserang massa yang tidak sepakat akan rencana pembangunan tempat ibadah, melampiaskan penolakan dengan merusak dan membakar padepokan .
Menyikapi tudingan warga tersebut, Mbah Eko mengaku bahwa bangunan tersebut bukanlah sebagai tempat ibadah melainkan akan dijadikan padepokan mediasi berkonsep budaya jawa .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar